Di sebuah sudut tenang di Sebali, Ubud, berdiri sebuah villa yang tidak sekadar tempat menginap, melainkan ruang bernafas, bercerita, dan berbagi, namanya Amala Villas Ubud. Jauh dari riuhnya pusat kota, tempat ini bukan sekadar akomodasi, tapi sebuah sanctuary di mana setiap sudut menyimpan kisah, setiap detail memancarkan kehangatan, dan setiap tamu pulang membawa pengalaman yang membekas. Sebuah Pelarian Kecil Kisah Amala dimulai dari mimpi mendiang ibu Christian. Terinspirasi oleh ikon-ikon hospitality Bali, dari The Legian hingga Amandari, ia membayangkan sebuah vila yang timeless, penuh keramahan, sekaligus jujur pada jiwa Bali. Sentuhan desainnya terasa hingga kini: arsitektur tropis dengan garis bersih, interior bernafas alami, dan atmosfer yang membuat waktu berjalan lebih pelan. Christian yang kini mengelola Amala Villas Ubud (Foto: Dok. Amala Villas UBud) Awalnya, Amala hanyalah tempat liburan keluarga. Sebuah pelarian kecil, di mana tawa dan cerita menyatu di bawah langit Ubud. Namun, perjalanan waktu mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih serius, sebuah tanggung jawab, profesi, bahkan rumah kedua bagi Christian. “Dari rekreasional menjadi profesional; dari santai menjadi serius, kadang membuat staf saya kewalahan,” ujarnya sambil tersenyum mengenang. Namun yang benar-benar menjadikan Amala istimewa bukan hanya desainnya, melainkan jiwa yang menghidupinya. Para staf yang setia merawat villa selama bertahun-tahun, komunitas Sebali yang selalu siap membantu, hingga para tamu yang kembali lagi dan lagi, karena yakin akan disambut dengan hangat, layaknya keluarga lama yang pulang kampung. Interior yang nyaman dan suasana yang tenang untuk istirahat (Foto: Dok. Amala Villas Ubud) Ada momen-momen sederhana yang justru paling berharga: keluarga yang berpamitan sambil memeluk staf dengan linangan air mata, atau tamu lama yang datang kembali setelah bertahun-tahun, dengan senyum yang mengatakan bahwa mereka merasa “pulang.” Di Amala, keramahtamahan bukan sekadar layanan—ia adalah bahasa emosional yang menembus sekat budaya dan waktu. Dua puluh tahun berlalu, Amala kini bukan lagi sekadar visi seorang ibu. Ia telah menjadi rumah bagi banyak hati, karya kolektif dari tangan-tangan yang merawatnya setiap hari. Ke depan, Christian berharap timnya semakin percaya diri membawa semangat dan kepribadian mereka sendiri dalam menyambut tamu, sehingga setiap kunjungan selalu menghadirkan cerita baru. POPULARMenikmati Senja di Mamaka by Ovolo, Kuta89Mamaka by Ovolo - Bagi banyak orang, Kuta adalah tempat wajib yang harus disambangi saat liburan ke Bali. Selain pantainya…When Luxury Meets Heritage: Liburan Tak Terlupakan di InterContinental Bali Resort Jimbaran87Intercontinental Bali Resort - Pantai, seni dan bersantai. Setidaknya tiga hal inilah yang terlintas saat hasrat untuk liburan ke Bali…Saat Waktu Berhenti di Titik Dua Ubud87Titik Dua Ubud - Ada banyak hal yang kini menjadi pertimbangan sebuah akomodasi yang bisa menarik perhatian tamunya. Salah satunya… TAGS :bali Share This Articles Share this article
Mixology Collective, Sebuah Simfoni Rasa di Atas Tebing Ungasan by Yudasmoro Minasiani 27, October, 2025
Barefoot Luxury di Uluwatu: Sebuah Pelarian untuk Jiwa yang Lelah by Yudasmoro Minasiani 23, October, 2025
Desain Sustainable Sebagai Masa Depan Pariwisata Global by Yudasmoro Minasiani 5, March, 2022 Dunia pariwisata memasuki babak baru dimana dampak bagi lingkungan kini menjadi pertimbangan dalam...
Filosofi Baru Ida Bagus Kharisma Wijaya, Sang Penerus Segara Village Hotel by Yudasmoro Minasiani 17, November, 2025 Di tengah arus industri pariwisata Bali yang terus berubah, ada sosok muda yang...
Ada IBU KOTA Baru di Canggu by Novani Nugrahani 17, November, 2025 Canggu kembali kedatangan pendatang baru yang mencuri perhatian: IBU KOTA, sebuah Indonesian Bar...
Bangkok Sambut Hadirnya Klub Sosial Terbaru: The Consul by Febriyanti Salim 13, November, 2025 Bangkok, kota yang tak pernah tidur, akan segera memiliki bintang baru di langit...